Jumat, 17 Januari 2014

TUGAS TERSTRUKTUR FISIOLOGI HEWAN AKUATIK

TUGAS TERSTRUKTUR
 FISIOLOGI HEWAN AKUATIK


OSMOREGULATION IN THE ANTARCTIK NEMATODA PANAGROLAIMUS DAVIDI





 



                                                                        
Disusun Oleh :
Priyo Utomo                          H!K009054
Nugroho Marpy                   H1K010007
Rini Puji Lestari                   H1K011001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2013



OSMOREGULATION IN THE ANTARCTIK NEMATODA PANAGROLAIMUS DAVIDI
Penelitian ini membahas tentang osmoregulasi di Antartika nematoda Panagrolaimus DavidI dengan menggunakan osmometer nanolitreyang telah dimodifikasi. Kebanyakan nematoda yang hidup bebas berukuran  kecil (<1   mm panjang) sehingga membuat  penggalian cairan untuk analisis sulit. Rongga tubuh mereka (pseudocoel) dapat terlihat hanya sebagian kecil dari total volume mereka
mungkin 2%
. Studi osmoregulasi pada nematoda kecil telah mengandalkan metode tidak langsung, seperti mengukur perubahan volume atau panjang dan fluks air. Fluks air dapat diukur dengan membandingkan massa basah dan kering atau dengan menggunakan air tritiated. Namun, teknik ini membutuhkan nematoda dalam jumlah besar untuk menyelidiki osmoregulasi dari nematoda kecil. Pengaturan Hyperosmotic di nematoda mungkin berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan tekanan internal yang positif ,berhubungan dengan pembatasan ekspansi dikenakan oleh kutikula yang menyediakan sistem antagonis untuk otot memanjang, karena Nematoda kekurangan otot melingkar.
Nematoda mempertahankan konsentrasi osmotik internal mereka diatas konsentrasi osmotik eksternal di berbagai osmolalities bila terkena pada permukaan yang mengandung agars 0-0,4 mol l-1NaCl selama 24 jam. Jika nematoda bersifat hyposmotic untuk sekitarnya, air akan hilang dan
nematoda menjadi tidak aktif.
Larva infektif dari Trichostrongylus colubriformis kehilangan air dan menjadi tidak aktif dalam media tinggi konsentrasi osmotik ,seperti halnya P. DavidI . Namun, tidak aktif dapat dihasilkan dari peningkatan stres ionik yang terlibat, daripada kehilangan tekanan internal. Dalam Caenorhabditis elegans sifat mekanik kutikula tampaknya lebih penting dalam menjaga tubuh kekakuan dari tekanan hidrostatik internal.Osmoregulasi oleh P. DavidI bawah tekanan hyposmotic (Milli-Q air) dicapai jauh lebih cepat daripada di bawah tekanan hyperosmotic. Tubular Jenis sistem sekresi-ekskretoris ditemukan di nematoda secernentean tampaknya terlibat dalam fungsi ini, karena tingkat denyut, atau pengisian dan pengosongan dari ekskretoris ampula berhubungan dengan tingkat stres hyposmotic , tidak ada perbedaan dalam pola pencairan kompartemen tubuh yang berbeda dari P. DavidI bawah hyposmotic, kondisi isoosmotik dan hyperosmotic yang mungkin mengindikasikan struktur yang terlibat dalam pemindahan air selama stres hyposmotic. Panagrolaimus DavidI memiliki kemampuan untuk melakukan osmoregulasi antara hyposmotic dan hyperosmotic stres, memungkinkan kelangsungan hidupnya dalam stres dan variabel Antartika lingkungan terestrial. Ia memeliharakonsentrasi osmotik internal yang hyperosmotik untuk sekitarnya, memfasilitasi pergerakan dalam berbagai kondisi osmotik.




















KESIMPULAN

1.    Studi osmoregulasi pada nematoda kecil telah mengandalkan metode tidak langsung, seperti mengukur perubahan volume atau panjang dan fluks air.
2.    Nematoda mencapai peraturan di bawah tekanan hyposmotic lebih cepat daripada di bawah tekanan hyperosmotic.
3.    Jika nematoda bersifat hyposmotic untuk sekitarnya, air akan hilang dan
nematoda menjadi tidak aktif
.
4.    Panagrolaimus DavidI mempertahankan konsentrasi osmotik internal atas bahwa media eksternal dan dengan demikian merupakan regulator hiperosmotik.
5.    Tidak ada perbedaan dalam pola pencairan kompartemen tubuh yang berbeda dari P. DavidI bawah hyposmotic, kondisi isoosmotik dan hyperosmotic yang mungkin mengindikasikan yang struktur yang terlibat dalam pemindahan air selama stres hyposmotic.
















DAFTAR REFERENSI

Atkinson, H. J. and Onwuliri, C. O. E. (1981). Nippostrongylus brasiliensis and Haemonchus contortus: function of the excretory ampulla of the third stage larva. Exp. Parasitol. 52, 191-198.
Harris, J. E. and Crofton, H. D. (1957). Internal pressure and cuticular structure in Ascaris. J. Exp. Biol. 34, 116-130.
Nelson, F. K. and Riddle, D. L. (1984). Functional study of the Caenorhabditis elegans secretory excretory system using laser microsurgery. J. Exp. Zool. 231, 45- 56.
Wharton, D. A. and To, N. B. (1996). Osmotic stress effects on the freezing tolerance of the Antarctic nematode Panagrolaimus davidi. J. Comp. Physiol. B Biochem. Syst. Environ. Physiol. 166, 344-349.
Wharton, D. A., Perry, R. N. and Beane, J. (1983). The effect of osmotic stress on behaviour and water content of the infective larvae of Trichostrongylus colubriformis. Int. J. Parasitol. 13, 185-190.
Willmer, P., Stone, G. and Johnston, I. (2005). Environmental Physiology of Animals.Malden, MA: Blackwell Science.

Wright, D. J. and Newall, D. R. (1980). Osmotic and ionic regulation in nematodes. In Nematodes as Biological Models, vol. 2 (ed. B. M. Zuckerman), pp. 143-164. New York and London: Academic Press

PEMBANGUNAN MASYARAKAT

TUGAS TERSTRUKTUR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMBANGUNAN MASYARAKAT





Oleh :
Rini Puji Lestari
NIM. H1K011001





JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013




                                                                                                                                           I.          PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

  Konsep pembangunan biasanya melekat dalam konteks kajian suatu perubahan, pembangunan disini diartikan sebagaiu bentuk perubahan yang sifatnya direncanakan; setiap orang atau kelompok orang tentu akan mengharapkan perubahan yang mempunyai bentuk lebih baik bahkan sempurna dari keadaan yang sebelumnya; untuk mewujudkan harapan ini tentu harus memerlukan suatu perencanaan. Selo Soemardjan (1974) menyatakan bahwa perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh fihak-fihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat (Soemardjan-Soemardi, 1974).
Keaneka-ragaman, etnik, ras, kelompok, dan agama dengan bentuk dan tingkat kehidupan yang berbeda dalam masyarakat ini secara langsung maupun tidak langsung mendorong timbulnya perubahan dalam masyarakat  sendiri atau menurut orientasinya ke luar masyarakat. Kurangnya komunikasi yang terjadi antara para penentu kebijakan dengan rakyak kebanyakan, menyebabkan model atau bentuk pembangunan yang diterapkan lebih memperlihatkan suatu model ‘top-down planning’ yang menurut satu kondisi dianggap lebih baik, namun dari sisi yang lain memberikan dampak yang kurang diharapkan; sejauh perkembangan masyarakat yang ada, ternyata sisi ke dua inilah yang dirasakan lebih memperlihatkan substansinya dalam masyarakat Indonesia ini. Dalam perkembangan lebih lanjut, suatu proses pembangunan dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk menilai sejauh mana nilai-nilai dasar masyarakat yang terlibat dalam proses ini bisa memenuhi seperangkat kebutuhan hidup dan mengatasi berbagai masalah dari dinamika masyarakatnya.
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah satu tema utama pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001). Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang ditempuh. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru (UU No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas).
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002), program pengentasan kemiskinan yang dijalankan mendapatkan kritik antara lain tentang transparansi program, dana yang kebanyakan tidak diterima oleh kelompok yang ditargetkan. Program tersebut masih merupakan kebijakan yang terpusat dan seragam dan memposisikan masyarakat sebagai obyek dalam keseluruhan proses ( Kementrian Kokesra, 2004). Upaya pengentasan kemiskinan perlu tertuang dalam tiga arah kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan tidak langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif, kebijaksanaan langsung yang ditujukan kepada masyarakat miskin dan kebijaksanaan khusus untuk memperluas upaya penanggulangan kemiskinan (Soegijoko, 1997:148).

1.2.       Tujuan

Tujuan pembuatan tugas terstruktur ini adalah untuk mengetahui aspek-aspek dalam pembangunan masyarakat.




                                                                                                                                                                           II.            ISI

2.1.      Pembangunan Masyarakat

2.1.1. Pengertian Pembangunan Masyarakat
Pembangunan Masyarakat/Pembangunan Komunitas adalah suatu proses aktualisasi diri melalui usaha dan prakarsa masyarakat sendiri maupun kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya untuk memandirikan masyarakat sasaran. Menurut Soetomo (2008), Pembangunan Masyarakat adalah proses perubahan yang bersifat multi dimensi menuju kondisi semakin terwujudnya hubungan yang serasi antara need and reseouces melalui pengembangan kapasitas masyarakat untuk membangun.
  Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses transformasi masyarakat dari suatu keadaan pada keadaan yang lain yang makin mendekati tata masyarakat yang dicita-citakan; dalam proses transformasi itu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu keberlanjutan (continuity) dan perubahan (change), tarikan antara keduanya menimbulkan dinamika dalam perkembangan masyarakat (Djojonegoro, 1996). Konsep pemberdayaaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat  (community development)  dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development). Dalam paham bangsa Indonesia, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah (birokrasi) berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan iklim yang menunjang.
Secara umum pengembangan masyarakat (community development) adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualaitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Arif dan bambang, 2008).
Tingkat perkembangan masyarakat sebenarnya bisa diukur dari besarnya dorongan untuk berprestasi dalam masyarakat itu sendiri. Bentuknya bisa dari perbandingan antara tingkat produksi  dengan tingkat konsumsi, masyarakat yang tidak ‘membangun’ adalah suatu bentuk kehidupan yang tingkat konsumsinya lebih besar dari tingkat produksinya. Selo Soemardjan (1974) menyatakan bahwa perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.
Faktor Pendukung dan Penghalang Proses Perubahan :
1. Faktor Pendukung Proses Perubahan pembangunan masyarakat
Terjadinya suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya faktor yang mendorongnya, sehingga menyebabkan timbulnya perubahan. Faktor pendorong tersebut menurut Soerjono Soekanto antara lain:
·         Kontak dengan kebudayaan lain.
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi). Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu untuk menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebar luaskan kepada semua masyarakat, hingga seluruh masyarakat dapat merasakan manfaatnya.Proses difusi dapat menyebabkan lancarnya proses perubahan, karena difusi memperkaya dan menambah unsur-unsur kebudayaan yang seringkali memerlukan perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang lama dengan yang baru.
·          Sistem pendidikan formal yang maju
Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu, untuk memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana caranya dapat berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berfikir secara obyektif. Hal seperti ini akan dapat membantu setiap manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuh kebutuhan zaman atau tidak.
·         Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
Bila sikap itu telah dikenal secara luas oleh masyarakat, maka masyarakat akan dapat menjadi pendorong bagi terjadinya penemuan-penemuan baru. Contohnya hadiah nobel, menjadi pendorong untuk melahirkan karya-karya yang belum pernah dibuat.
·         Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation)
Adanya toleransi tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu akan melembaga, dan akhirnya dapat menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
·         Sistem terbuka pada lapisan masyarakat
Adanya system yang terbuka di dalam lapisan masyarakat akan dapat menimbulkan terdapatnya gerak social vertical yang luas atau berarti member kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal seperti ini akan berakibat seseorang mengadakan identifikasi dengan orang-orang yang memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu tingkah laku dari seseorang, hingga orang tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang dianggapnya memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukannya agar ia dapat diperlakukan sama dengan orang yang dianggapnya memiliki status yang tinggi tersebut.
·         Adanya penduduk yang heterogen
Terdapatnya penduduk yang memiliki latar belakang kelompok-kelompok social yang berbeda-beda, misalnya ideology, ras yang berbeda akan mudah menyulut terjadinya konflik. Terjdinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
·         Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Terjadinya ketidakpuasan dalam masyarakat, dan berlangsung dalam waktu yang panjang, juga akan mengakibatkan revolusi dalam kehidupan masyarakat.
·          Adanya orientasi ke masa depan
Terdapatnya pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang, dapat berakibat mulai terjadinya perubahan-perubahan dalam system social yang ada. Karena apa yang dilakukan harus diorientasikan pada perubahan di masa yang akan datang.
2. Faktor penghalang/penghambat perubahan pembangunan masyarakat
Di dalam proses perubhan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong saja, tetapi juga ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan tersebut. Faktor penghalang tersebut antara lain:
·         Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
Terlambatnya ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut hidup dalam keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat lain.
·          Sikap masyarakat yang tradisional
Adanya suatu sikap yang membanggakan dan memperthankan tradisi-tradisi lama dari suatu masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan. Karena adanya anggapan bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yang sudah ada.
·           Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Organisasi sosial yang telah mengenal system lapisan dapat dipastikan akan ada sekelompok individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan tersebut. Contoh, dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Pada masyarakat yang mengalami transisi, tentunya ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.
·         Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Hal ini biasanya terjadi dalam suatu masyarakat yang kehidupannya terasing, yang membawa akibat suatu masyarakat tidak akan mengetahui terjadinya perkenmbangan-perkembangan yang ada pada masyarakat yang lainnya. Jadi masyarakat tersebut tidak mendapatkan bahan perbandingan yang lebih baik untuk dapat dibandingkan dengan pola-pola yang telah ada pada masyarakat tersebut.
·         Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Anggapan seperti inibiasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang pahit dari suatu masyarakat yang lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal dari masyarakat-masyarakat yang pernah membuat suatu masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat ituakan memiliki prasangka buruk terhadap hal yang baru tersebut. Karena adanya kekhawatiran kalau hal yang baru tersebut diikuti dapat menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
·         Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan ini biasanya terjadi pada adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang bertentangan dengan ideologi masyarakat yang telah menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat tersebut.
·         Adat atau kebiasaan
Biasanya pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi dan dijalankan dengan baik. Dan apabila pola perilaku yang sudah menjadi adat tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya, karena masyarakat tersebut akan mempertahankan alat, yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi pendahulu-pendahulunya.
Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut, secara umum memang akan merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap anggota dari suatu masyarakat umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang sudah didapatnya. Hal tersebut tidak akan diperolehnya jika masyarakat tersebut tidak mendapatkan adanya perubahan-perubahan dan hal-hal yang baru. Faktor penghambat dari proses perubahan social ini, oleh Margono Slamet dikatakannya sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada di dalam masyarakat.

2.2.     Komunitas Baik

2.2.1 Dinamika Kelompok.
Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami. Menurut Theodore M. Mills( 1967), Suatu kelompok dapat dinamakan kelompok sosial, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.     Memiliki motif yang sama antara individu satu dengan yang lain (menyebabkan interkasi/kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama).
2.     Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu dengan yang lain (akibat yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang terlibat).
3.     Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan serta kedudukan masing-masing.
4.     Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan  masyarakat adalah membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya atau kemampuan yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik atau material. Pelaku pemberdayaan harus dapat berperan sebagai motivator, mediator, dan fasilitator yang baik.
Kelompok Primer merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan (Theodore M. Mills, 1967). Sedangkan menurut Goerge Homans (1950), kelompok primer merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang sering berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara.

2.2.2        Komunitas Memiliki Otonomi
Setiap komunitas perlu diberikan kewenangan agar mampu untuk mengurusi kepentingannya sendiri secara bertanggung jawab. Pemberian kewenangan otonomi harus berdasarkan asas desentralisasi dan dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata, dan bertanggungjawab (Hari Sabarno, 2007).
Menurut Hari Sabarno (2007), keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup seluruh  bidang pemerintahan yang dikecualikan pada bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konversi, dan standarisasi nasional.

2.2.3        Komunitas Memiliki Validasi
Validasi adalah suatu tindakan yang membuktikan bahwa suatu proses/metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan terdokumentasi dengan baik. Menurut Tjokrowinoto (2001), bentuk-bentuk kemampuan yang relevan dengan kualitas pelaku pemberdayaan yakni:
1.  Kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang ada,
2. Kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah-langkah yang dianggap prioritas dengan mengacu pada visi, misi, dan tujuan yang mempunyai potensi memberikan input dan sumber bagi proses pembangunan,
3. Kemampuan menjual inovasi dan  memperluas wilayah penerimaan program-program yang diperuntukkan bagi kaum miskin, dan
4.  Kemampuan memainkan peranan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan sendiri.
2.2.4   Distribusi Kekuasaan yang Merata
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh (Stanley et al, 1974). Dalam suatu kelompok organisasi maupun komunitas pasti ada salah satu yang berkuasa atau menjabat peranan penting. Dalam hal ini “distribusi kekuasan yang merata” yaitu dimana dalam suatu kelompok organisasi maupun komunitas alangkah baiknya apabila individu yang memegang peranan penting tidak mempergunakan kekusaanya dengan semena-mena. Sehingga tidak terjadinya suatu permasalahan dalam suatu kelompok/organisasi seperti itu. Pemegang kuasa haruslah mendengarkan aspirasi/pendapat dari anggotanya.

2.2.5        Berpartisipasi Aktif
Dalam partisipasi itu ada keteribatan masyarakat secara aktif melalui tahapan-tahapan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian yang pada akhirnya akan memberikan masukan berupa tenaga, uang maupun material. Pentingnya keterlibatan atau partisipasi secara aktif dalam suatu organisasi atau komunitas masyarakat dimana agar peranan setiap anggota masyarakat tersebut diharapkan dapat memberikan efek yang sangat baik sesuai dengan apa yang diinginkan setiap kalangan.
Menurut Sastropetra (1986 : 52) bahwa “Partisipasi merupakan keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai dengan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama”. Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1986 : 65) membagi jenis partisipasi menjadi 5 jenis yaitu :
a.       Partisipasi buah pikiran; diberikan orang pada waktu rapat pertemuan dengan member saran-saran, pendapat, nasehat, gagasan, ide, pemikiran dan sejenisnya.
b.      Partisipasi tenaga; diberikan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan,pertolongan, bagi orang lain dengan caran menyumbang tenaga dalam kegiatan tersebut.
c.       Partisipasi harta benda; diberikan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan pertolongan, bagi orang lain dengan cara menyumbangkan materi, uang/harta benda yang dimiliki.
d.      Partisipasi keterampilan dengan kemahiran diberikan orang untuk mendorong aneka rafam bentuk usaha dan industry dengan cara anta lain mencari penciptaan produk-produk baru yang disebut inovatif, dan
e.       Partisipasi sosial, diberikan orang sebagai tanda paguyuban, melalui turut dalam arisan koperasi dan sebagainya.
2.2.6        Komunitas Memberikan Makna Kepada Setiap Anggotanya
Dalam perjalanan suatu komunitas atau organisasi ada banyak hal yang dilakukan dan diterapkan. Hal-hal yang dilakukan dan diterapkan itulah yang terkadang selalu memberikan dampak atau efek tersendiri bagi setiap anggota dalam suatu komunitas atau kelompok masyarakat. Makna dari itu alangkah baiknya setiap komunitas memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada anggotanya agar tercapainya makna yang ingin dicapai dan dapat dijalankan oleh setiap anggotanya.
2.2.7        Heterogenitas
Heterogenitas adalah permasalahan yang memang selalu ada dalam kehidupan ini. Masyarakat terbentuk karena adanya perbedaan, sementara perbedaan sendiri menjadikan kehidupan dalam bermasyarakat menjadi lebih hidup, lebih menarik dan layak untuk diperbincangkan.
Dalam suatu kelompok organisasi ataupun komunitas heterogenitas dapat dikaitkan kedalan suatu perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat inilah yang terkadang menjadi momok yang selalu dihindari dalam suatu kelompok organisasi atau komunitas. Tapi hal itu tidak akan mungkin bisa untuk dihindari, karena hal tersebut yang sebenarnya membuat setiap anggota memiliki pemikiran yang kritis, dengan maksud dan tujuan yang sebenarnya bukan untuk kepentingan pribadi melainkan kepentingan bersama dengan suatu capaian yang diinginkan bersama. Tidak menepis kemungkinan suatu heterogenitas atau perbedaan dapat menjadikan suatu hubungan menjadi lebih erat, hal tersebut tergantung masing-masing pihak memandang makna dari “Heterogenitas” itu sendiri, ada yang memandang heterogenenitas adalah awal suatu perpecahan adapula yang beranggapan bahwa heterogenitas itu awal dari suatu persatuan yang sangat kuat.
2.2.8        Pelayanan Masyarakat Diutamakan
Sianipar (1998:4), mengatakan bahwa pelayanan adalah cara melayani, membantu menyiapkan atau mengurus keperluan seseorang atau kelompok orang. Melayani adalah meladeni/membantu mengurus keperluan atau kebutuhan seseorang sejak diajukan permintaan sampai penyampaian atau penyerahannya. Menurut Moenir (1998:26), pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya.
Berkaitan dengan pelayanan masyarakat, dalam menyongsong era globalisasi, pemerintah harus mempersiapkan seluruh aparatnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan sopan santun dalam melayani masyarakat. Setiap orang menginginkan jasa pelayanan yang diterima dan yang dirasakan sesuai dengan harapannya. Secara umum masyarakat menginginkan pelayanan yang sama dari apartur pemerintah, sebab warga negara yang mempunyai kedudukan yang sama didalam hukum berhak mendapatkan pelayanan yang sama. Pelayanan yang bersahabat dan profesional sudah menjadi suatu syarat yang harus dipenuhi oleh para penyelenggara pekerjaan administrasi negara (Waworuntu, 1997:18).
Pelayanan dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau. Karena itu harus mengandung unsur dasar, sebagai berikut:
a.  Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus  jelas  dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
b. Mutu proses dari hasil pelayanan harus diupayakan agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (Menpan, 1993:4).
2.2.9        Managing Conflict/Manageman konflik
Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare (Haney dalam Mardianto, 2000) yang berarti melatih kuda-kuda atau secara harfiah to handle yang berarti mengendalikan, sedangkan dalam kamus Inggris Indonesia (Echols dan Shadily, 2000) management berarti pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan membimbing atau memimpin. Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda, demikian juga para ahli dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang sama, karena sudut pandang mereka yang berbeda. Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis (Kartono, 1998).
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana  didalamnya  terjadi interaksi antara  satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali  dapat  memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,  tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya  kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.  Dalam suatu organisasi,  kecenderungan terjadinya  konflik, dapat disebabkan  oleh suatu perubahan  secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam  kepribadian  individu. Maka dari itu managing conflict atau manajeman konflik sangat diperlukan.













DAFTAR PUSTAKA
Andrew, Webster (1984). “Introduction to the Sociology of Development”. Cambridge: Macmillan.
Anshori, Dadang S. 2010. Hakikat Pembangunan Pendidikan dalam Menciptakan Sumber Daya Manusia dan Kepemimpinan Generasi Muda. Makalah. Universitas Pendidikan Indonesia.
Anwar Arifin, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico
Arifianto, Alex. 2004. Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia: Sebuah Analisis Atas Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional (RUU Jamsosnas). Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU.

 Arif Budimanta dan Bambang Rudito, Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development,cet. Ke II (Jakarta: CSD, 2008), hal. 33.

Badruddin, Syamsiah. 2009. Teori dan Indikator Pembangunan. http://profsyamsiah. Wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/#comment-40, (diakses pada 13 Desember 2012).
Budiman, Arif (terj.) Frank, Andre Gunder. (1984).  Sosiologi Pembangunan Dan Keterbelakangan Sosiologi,  Jakarta: Pustaka Pulsar.

Cholisin. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta
Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya,  Bandung, Hal. 62
Djojonegoro, W. (1996). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan 
   Indonesia, Depdikbud.
Farida, M. 2012. Pemberdayaan Industri Olahraga dalam Mengahadapi Pasar Bebas. Hal 1-27.
_______ . 2012. Pemberdayaan Globalisasi Industri Olahraga dalam Menghadapi Pasar Bebas.
Frank, Andre Gunder. (1984). “Sosiologi Pembangunan dan Keterbelakangan Sosiologi”. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
Galtung, Johan. (1980). “Why the Concern with Ways of Life”, GDIP Project, Oslo: United Nation University.
George C. Homans, The Human Group (New York: Harcourt, Brace and Company, 1950), hlm. 23.
Hadi, Agus Purbathin. 2009 Tinjauan Terhadap Berbagai Program Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia. Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PMMA).
Hartoto. 2008. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok. Makalah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Makassar.
ILO. 2008. Jaminan Sosial: Konsensus Baru. Cetakan I. Katalog. Jakarta: ILO Publications, International Labour Office.
Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Hal. 1-25.
Mustofa, Mohamad Afif. 2011. Modul Konsep Individu, Kelompok dan Masyarakat. Hal 1-10.
Naylil. 2012. Peduli Kesehatan: Definisi Sehat. http://naylil.student.umm.ac.id/about/, (diakses pada 24 Desember 2012)
Ndraha, Taliziduhu, 2003, Kronologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Direksi Cipta, Jakarta.
Paramita, A. dan Weny Lestari. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan di Era Otonomi Daerah. Hal 318-324.
Priyatna, A. 2009. Pemberdayaan Masyarakat dalam Prespektif Pengukuran Keberdayaan Komunitas Lokal. Hal 1-12.
Soemardjan, Selo dan Soleman, Soemardi (ed) (1974)  Setangkai Bunga Sosiologi.
Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI
Soetomo.  2008.  Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat.   Yogyakarta:  Pustaka Pelajar.

 Theodore M. Mills, 1967. The Sociology of Small Groups. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page. 3-35.

Widiowati, Didiet. 2009. Tantangan Pembangunan Sosial di Indonesia. Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI). Sekretariat Jenderal DPR RI.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.